MATERI PELATIHAN

MATERI PELATIHAN

Thursday, 21 June 2012

AKSESIBILITAS FISIK BANGUNAN DAN LINGKUNGAN


MATERI PELATIHAN
AKSESIBILITAS FISIK

Disusun oleh :

Ir. M. Sudjar Adityadjaja, IAI
Bambang Permadi Surya Kelana, PPCI Sul. Sel.







BAB I

MATERI PENGENALAN AKSESIBILITAS


LANDASAN HUKUM :

1)      Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
2)      Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479).
3)      Undang-Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408).
4)      Undang-Undang No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481).
5)      Undang-Undang No 21 Tahun 1992 tentang Pelayanan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493).
6)      Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
7)      Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan..
8)      Undang-Undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
9)      Undang-Undang No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat .
10)  Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
11)  Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
12)  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527).
13)  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529).
14)  Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3610).
15)  Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat .
16)  Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3777).
17)  Peraturan Pemerintah  Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 189 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3795).
18)  Keputusan Menteri Pekerjaan Umum R.I. Nomor 441/ KPTS/ 1998
      tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.  
19)  Keputusan Menteri Pekerjaan Umum R.I. Nomor 468/ KPTS/ 1998
      tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.       
20)  Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor  KM.71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat  dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan.


Elemen – Elemen Aksesibilitas :
Beberapa pengertian umum


  1. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/PBK ) untuk dapat mengakses bangunan dan lingkungannya secara mandiri, aman, nyaman dan tanpa halangan dan atau kesulitan guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
  2. Aksesibel adalah kondisi suatu tapak, bangunan, fasilitas atau segala sarana dan prasarana yang berada atau terkait dengan bangunan dan lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis aksesibilitas .
  3. Bangunan adalah setiap wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/ atau di dalam tanah dan/ atau air yang digunakan atau dimaksudkan untuk menunjang  atau mewadahi suatu penggunaan atau kegiatan manusia, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya maupun kegiatan khusus.
  4. Elemen Bangunan adalah komponen arsitektural, struktural atau mekanikal dari suatu bangunan, fasilitas, ruang atau tapak, seperti telepon, pintu, tempat duduk dan closet.
  5. Bangunan umum  dan lingkungan adalah semua bangunan, tapak bangunan dan lingkungan luar bangunannya, baik yang dimiliki oleh Pemerintah dan Swasta, maupun perorangan yang berfungsi selain sebagai rumah tinggal pribadi, yang didirikan, dikunjungi dan digunakan oleh masyarakat umum termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
  6. Penyelenggaraan bangunan adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
  7. Pemilik bangunan adalah orang, badan hukum, kelompok orang atau perkumpulan , yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
  8. Lingkungan perkotaan adalah lingkungan dalam lingkup perkotaan yang meliputi distrik-distrik yang terkoneksi yang dapat digunakan oleh anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) secara aman, nyaman dan manusiawi. Terdiri atas lingkungan bebas hambatan ( non handicapping environment ), masyarakat bebas hambatan ( barrier-free society ) dan desain universal.
  9. Penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri atas :
    1. Penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) fisik. : berupa bawaan sejak lahir dan akibat kecelakaan/ sakit atau akibat perang meliputi :
1.            Cacat tubuh ( tuna daksa ) terdiri atas :
a)      Pincang
b)      Amputasi kaki
c)      Amputasi tangan
d)     Lumpuh
e)      Kelainan anggota tubuh.
2.      Cacat mata ( tuna netra )
3.      Cacat wicara ( tuna rungu/wicara )
4.      Cacat mental ( tuna grahita )
b.   Anak/ Penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) mental.
c.   Anak/ Penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) fisik dan mental.
  1. Pelayanan yang diberikan kepada penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) adalah pemberian kemudahan maupun pelayanan agar supaya diperoleh kesepadanan perlakuan dalam menggunakan jasa perhubungan yaitu jasa transportasi, pos dan telekomunikasi.
  2. Perhubungan meliputi transportasi, pos dan telekomunikasi.
  3. Perusahaan perhubungan adalah perusahaan yang menyediakan jasa perhubungan.
  4. Prasarana angkutan adalah tempat untuk keperluan menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang yang mengatur kedatangan dan pemberangkatan sarana umum yang merupakan simpul jaringan transportasi yang dapat berupa terminal, stasiun, pelabuhan, atau bandar udara.

PENGENALAN ELEMEN – ELEMEN AKSESIBILITAS

  1. Ramp adalah jalur jalan yang  memiliki kelandaian tertentu sebagai fasilitas yang dapat diakses oleh pengguna kursi roda atau yang dipersamakan dengan itu dari satu bidang bangunan/ lingkungan ke satu bidang bangunan/ lingkungan lainnya yang di antara keduanya mempunyai perbedaan ketinggian permukaan bidang.




















  1. Jalur Pedestrian adalah jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) secara aman, nyaman dan tak terhalang.













  1. Jalur pemandu adalah fasilitas yang memberikan panduan arah dan semua unsur terpenting pada bangunan gedung yang dapat dimengerti secara mandiri, mudah dan cepat oleh setiap orang, termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus      ( A/ PBK ).





Pada ramp, pedestrian ( trotoar ) dan jalur pemandu harus dilengkapi dengan ubin pengarah ( guiding block ) dan ubin peringatan( warning block ).
Dibawah ini contoh guiding block dan warning block :


















  1. Area Parkir adalah tempat parkir kendaraan dan daerah naik turun untuk kendaraan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
  2. Rambu adalah tanda-tanda yang bersifat verbal (dapat didengar), bersifat visual (dapat dilihat), bersifat fisikal (dapat dirasa/ diraba) yang terdapat pada bangunan dan lingkungan sebagai fasilitas bagi setiap orang terutama anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).






















 











































  1. Kamar Sanitasi adalah fasilitas sanitasi yang mengakomodasi kebutuhan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).













































  1. Lift adalah alat mekanis-elektris yang digunakan untuk pergerakan vertical di dalam bangunan.

 












































  1. Handrail atau pegangan tangan pada tangga atau dinding atau pagar pengaman bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) yang mengalami gangguan disfungsi anggota tubuh dan disfungsi penglihatan.


















  1. Pancuran adalah fasilitas mandi dan pancuran yang mengakomodasi kebutuhan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
  2. Perlengkapan & Peralatan adalah semua perlengkapan dan peralatan bangunan seperti system alarm, tombol/ stop kontak dan pencahayaan.
  3. Pintu adalah tempat masuk keluar halaman atau bangunan yang mengakomodasi kebutuhan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

















  1. Ruang adalah bagian dari suatu bangunan yang dapat ditentukan batasnya seperti kamar, toilet, tempat pertemuan, jalan masuk, gudang dan lobby.
  2. Ruang Lantai Bebas adalah ruang ruang diatas lantai yang digunakan untuk mewadahi pergerakan bebas dari seseorang dan peralatannya.
  3. Rute Aksesibel adalah jalur lintasan yang aksesibel yang menghubungkan suatu elemen atau ruang dengan elemen atau ruang lainnya dari suatu bangunan. Rute aksesibel interior termasuk koridor, lantai, ramp, dan lift. Rute aksesibel eksterior termasuk ruang akses parkir, trotoir pada jalan kendaraan dan ramp.
  4. Tangga adalah fasilitas pergerakan vertical yang aman untuk anak/ penyandang berkebutuhankhusus ( A/ PBK ).


















  1. Telepon adalah pesawat telepon yang mengakomodasi penyandang berkebutuhan khusus.















  1. Wastafel adalah fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang mengakomodasi kebutuhan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

  1. Perabot adalah barang-barang perabot atau furniture bangunan termasuk meja & kursi, papan tulis dll.


Azas Aksesibilitas

Di berbagai negara penyelenggaraan penciptaan lingkungan binaan yang bebas hambatan tidaklah sama walaupun secara internasional telah disepakati Undang-Undang, guidelines, codes dan standar. Beberapa negara telah menempatkan aksesibilitas sebagai masalah hak azasi manusia ( HAM ) bahkan melebar hingga masalah diskriminasi.

Penyediaan aksesibilitas berdasarkan azas kemudahan, kegunaan, keamanan, keselamatan, kenyamanan, kemandirian dan keadilan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan sosial di segala aspek kehidupan dan penghidupan bagi semua orang termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

Yang  dimaksud dengan :
·               Azas kemudahan adalah harus mudah digunakan bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas kegunaan adalah harus bermanfaat bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas keamanan adalah harus aman dan tidak membahayakan bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas keselamatan adalah harus memberi jaminan keselamatan bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas kenyamanan adalah harus dapat memberikan rasa nyaman bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas kemandirian adalah harus dapat menciptakan kemandirian bagi siapa saja yang menggunakannya.
·               Azas keadilan adalah harus bisa digunakan oleh siapa saja termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).







BAB II
MATERI PENDALAMAN AKSESIBILITAS

UMUM

Manusia sebagai makhluk hidup dalam menjalani kehidupan dan penghidupannya tidak akan lepas dari aktifitas dan mobilitas. Dengan kata lain bahwa manusia dalam kehidupan dan penghidupannya harus mempunyai kesamaan hak dan kesempatan dalam beraktifitas dan bermobilitas. Penghambatan terhadap kemampuan aktifitas dan mobilitas berarti merampas hak-hak azasi manusia.

Dalam beraktifitas dan bermobilitas manusia memerlukan fasilitas antara lain bangunan umum dan lingkungan. Penyediaan fasilitas bangunan umum dan lingkungan harus bisa digunakan oleh semua orang ( aksesibel ) termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), lanjut usia, wanita yang sedang hamil dan anak-anak. Apabila fasilitas bangunan umum dan lingkungan tidak dapat digunakan oleh semua orang maka hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi yang berupa penghambatan mobilitas terhadap sekelompok manusia yang tidak mampu menggunakannya.

Untuk menciptakan fasilitas yang aksesibel diperlukan alat rekayasa sosial berupa aturan-aturan yang mendukung.

II.   PERSYARATAN TEKNIS AKSESIBILITAS

A.  UKURAN DASAR RUANG


1.   Esensi
      Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) yang mengacu kepada ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dang ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi pergerakannya.

2.   Persyaratan
a. Ukuran dasar ruang yang ditetapkan dengan mempertimbangkan fungsi                  
    bangunan, bangunan dengan fungsi yang memungkinkan digunakan oleh orang      
    banyak secara sekaligus, seperti balai pertemuan, bioskop, dsb, harus    
    menggunakan ukuran dasar maksimum.

b.   Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini, dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat tercapai.






B.  JALUR PEDESTRIAN

1.   Esensi
      Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau kursi roda bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan tak terhalang.

2.   Persyaratan
a.   Permukaan
      Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertektur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.

b.   Kemiringan
      Kemiringan maksimum 60 di luar gedung dan 70 di dalam gedung dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.

c.   Area istirahat/ bordes
      Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

d.   Pencahayaan
      Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.

e.   Perawatan
      Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.

f.    Drainase
      Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.

g.   Ukuran
      Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu dan benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.

h.   Tepi Pengaman
      Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tapi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.

Trotoar termasuk pedestrian, namun letaknya di pinggir jalan raya. Untuk trotoar  hendaknya permukaan lantai dalam satu jalur jalan diusahakan sama tinggi.



C.  JALUR PEMANDU

1.   Esensi
      Jalur yang memandu anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.

2.   Persyaratan
a.    Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.
b.   Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi disekitarnya.
c.   Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks) :
i.    Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.
ii.   Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau failitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.
iii.  Di depan pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang.
iv.  Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan.
v.   Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat.
d.  Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah  ada
 perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan.
c.       Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.


D.  AREA PARKIR

1.   Esensi
      Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda, daripada tempat parkir kendaraan yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan penumpang (Passenger-Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), untuk naik atau turun dari kendaraan.

2.   Persyaratan
a.   Fasilitas parkir kendaraan :
i.    Tempat parkir anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) terletak pada rute terdekat menuju bangunan / fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter.
ii.   Jika tempat parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan, misalnya pada parkir taman dan tempat terbuka lainnya, maka tempat parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu gerbang masuk dan jalur pedestrian.
iii.  Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas disekitarnya sehingga pengguna kursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari kendaraan.
iv.  Area parkir khusus anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) ditandai dengan sombol/tanda parkir anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) yang berlaku.
v.   Pada lot parkir anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) disediakan ramp trotoir dikedua sisi kendaraan.
vi.  Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ramp dan jalan menuju fasilitas-fasilitas lainnya.

b.    Daerah menaik-turunkan penumpang :
i.    Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu-lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm.
ii.   Dilengkapi dengan fasilitas ramp, jalur pedestrian dan rambu anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
iii.  Kemiringan maksimal 50 dengan permukaan yang rata di semua bagian.
iv.  Diberi rambu anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) yang biasa digunakan untuk mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.

c.         Tabel jumlah tempat parkir yang aksesibel yang harus disediakan pada sediakan
        pada setiap pelataran parkir umum :

JUMLAH TEMPAT
PARKIR YANG
TERSEDIA
JUMLAH TEMPAT
PARKIR
YANG AKSESIBEL
1 – 25
26 – 50
51 – 75
76 – 100
101 – 150
151 – 200
201 – 300
301 – 400
401 – 500
501 – 1000
1001 – dst
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2% dari total
20, + 1 untuk setiap ratusan





E.     PINTU

1.   Esensi
      Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan keluar yang pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).

2.   Persyaratan
a.    Pintu pagar ketapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh anak/
      penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
b.   Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.
c.       Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.
d.      Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan :
i.    Pintu geser
ii.   Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/tutup.
iii.  Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.
iv.  Pintu yang terbuka kedua arah (“dorong” dan “tarik”)
v.   Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi tuna netra.
e.       Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali.
f.       Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu.
g.      Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).
h.      Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna kursi roda.

F.     RAMP

1.  Esensi
      Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.

2.   Persyaratan-persyaratan

a.   Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (cumb ramps/landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada diluar bangunan maksimum 60.

b.   Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

c.       Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.

d.      Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga kemungkinan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.

e.       Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

f.       Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menggangu jalam umum.

g.      Ramp harus diterangi dengan pencahayaan ramp yang cukup sehingga membantu pengguna ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.

h.      Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.


G. TANGGA

1.   Esensi

      Fasilitas bagi pergerakan vertical dan dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai.

2.   Persyaratan

a.     Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.
b.   Harus memiliki kemiringan yang kurang dari 600.
c.       Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.
d.      Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handaril) minimum pada salah satu sisi tangga.
e.       Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstrusi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai dinding atau tiang.
f.       Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak bagian bawah) dengan 30 cm.
g.      Untuk tangga yang terletak diluar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.


H.  LIFT

1.   Esensi

      Lift adalah alat mekanis-elektris untuk membantu pergerakan vertikal di dalam bangunan, baik yang digunakan khusus bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) maupun yang merangkap sebagai lift barang.


2.   Persyaratan-persyaratan

a.  Untuk bangunan lebih dari 5 lantai, paling tidak satu buah lift yang aksesibel
      harus terdapat pada jalur aksesibel dan memenuhi standar teknis yang terlaku.
b.   Toleransi perbedaan muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang lift maksimum 1,25 mm.

c.   Koridor/lobby lift

i.    Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift, sekaligus menampung penumpang yang baru keluar dari lift, harus disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, dan tergantung pada konfigurasi ruang yang ada.
ii.   Perletakan tombol yang layar tampilan yang mudah dilihat dan dijangkau.
iii.  Panel luar yang berisikan tonbol lift harus dipasang di tengah-tengah ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari muka lantai bangunan.
iv.  Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120 cm dari muka lantai ruang lift.
v.   Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf Braille, yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa.
vi.  Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan diatas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor)

d.    Ruang lift.
i. Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai dari
     masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau panel tombol
     dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal ruang lift adalah
     140cm x 140cm.
ii.   Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) menerus pada ketiga sisinya.

e.   Pintu lift
i.    Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena menjawab
      panggilan adalah 3 detik.
ii.   Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu lift harus dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang pada ketinggian yang sesuai.


I.    KAMAR KECIL

1.   Esensi
      Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.

2.   Persyaratan
a.     Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu “penyandang berkebutuhan khusus ( PBK )” pada bagian luarnya.
b.   Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
c.       Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda. (45-50 cm)
d.      Toilet atau kamar kecil harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) yang lain. Pegangan disarankan memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
e.       Letak kertas tisu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
f.       Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.
g.      Bahan dan penyesuaian lantai harus harus tidak licin.
h.      Pintu harus mudah untuk dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup.
i.        Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
j.        Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam.


J.   PANCURAN

1.   Esensi

      Merupakan fasilitas mandi dengan pancuran (shower) yang bisa digunakan oleh semua orang, khususnya bagi pengguna kursi roda.

2.   Persyaratan
a.   Bilik pancuran (shower cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar dari
      tinggi disesuaikan dengan cara-cara memindahkan badan pengguna kursi roda.
b.   Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat (handrail) pada posisi yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu.
c.       Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.
d.      Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency).
e.       Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu geser atau tipe bukaan keluar.
f.       Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau membahayakan.


K. WASTAFEL

1.   Esensi
     
      Fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau gosok gigi yang bisa digunakan untuk semua orang.

2.   Persyaratan
     
a.   Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan lebar
      depannya dapat dimanfaatkan oleh penggun kursi roda dengan baik.
b.   Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.
c.       Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda.
d.      Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi roda.


L.  TELEPON

1.   Esensi
      Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.

2.   Persyaratan
a.   Telepon umum disarankan yang mengunakan tombol tekan, harus terletak
      pada lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk anak/ penyandang     
      berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), orang tua dan ibu-ibu hamil.
b.   Ruang gerak yang cukup harus disediakan didepan telepon umum sehingga memudahkan anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) untuk mendekati dan menggunakan telepon.
c.       Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang telepon (120-125 cm).
d.      Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan alat kontrol volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.
e.       Bagi tuna rungu sebaiknya disediakan “telepon text”, khususnya untuk di kantor pos, bangunan komersial, dan fasilitas publik lainnya.
f.       Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telepon dalam huruf Braille dan dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang terpasang di dekat telepon umum.
g.      Panjang kabel gagang telepon harus memungkinkan pengguna kursi roda untuk menggunakan telepon dengan posisi nyaman. (+ 75 cm).
h.      Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan gerak pengguna.


M. PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KONTROL
     
1.   Esensi
      Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah semua orang (tanpa terkecuali anak/ penyandang berkebutuhan khusus (A/ PBK ), orang tua, dan ibu-ibu hamil) untuk melakukan kontrol peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan pencahayaan.

2.   Persyaratan-persyaratan

a.   Sistem alarm / peringatan
i.    Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem peringatan
      suara (vocal alarms), sistem peringatan bergetar (vibrating alarms) dan
      berbagai petunjuk serta penandaan untuk melarikan diri pada situasi
      darurat.
ii.   Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah  pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan bergetar (vibrating devices) di bawah bantal.
iii.  Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau sampai dengan memutar lengan.

b.   Tombol dan stop kontak
      Tombol dan stop kontak dipasang pada posisi yang tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).


N.  PERABOT

1.   Esensi

      Peralatan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang gerak dan sirkulasi yang cukup bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

2.   Persyaratan

a.   Sebagian perabot yang tersedia dalam bangunan umum harus dapat digunakan
      oleh anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ), termasuk dalam
      keadaan  darurat.
b.   Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak, seperti bangunan pertemuan, konperensi, pertunjukan dan kegiatan yang sejenis maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus disediakan adalah :

KAPASITAS TOTAL
TEMPAT DUDUK
JUMLAH TEMPAT
DUDUK YANG
AKSESIBEL
4 –25
26 – 50
51 – 300
301 – 500
> 500
1
2
4
6
6, + 1 untuk setiap
Ratusan


O.  RAMBU

1.   Esensi
     
      Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau penunjuk bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

2.   Persyaratan

a.   Penggunaan rambu terutama dibutuhkan pada :
i.    Arah dan tujuan jalur pedestrian
ii.   KM/WC umum, telepon umum
iii.  Parkir khusus penyandang cacat
iv.  Nama fasilitas dan tempat.

b.   Persyaratan Rambu yang digunakan :
i.    Rambu huruf timbul atau Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan
      anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) lainnya.
ii.   Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya.
iii.  Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional.
iv.  Rambu yang menerapkan metode khusus (misal, pembedaan perkerasan tanah, warna kontras, dll)
v.   Karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbol harus kontras dengan latar belakangnya, apakah karakter terang di atas gelap, atau sebaliknya.
vi.  Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan tinggi antara 3 : 5 dan 1 : 1, serta ketebalan huruf antara 1 : 5 dan 1 : 10.
vii. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca.

c.     Lokasi penempatan rambu :
i.     Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang.
ii.   Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya.
iii.  Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada kondisi gelap.
iv.  Tidak mengganggu arus (pejalan kaki, dll) dan sirkulasi (buka/tutup pintu, dll)


P.   LINGKUNGAN JALAN RAYA

1.   Esensi
     
      Fasilitas pada jalan raya yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau penunjuk bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ). Selain itu juga untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam mobilitas bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

2.   Persyaratan

a.   Penggunaan rambu terutama dibutuhkan pada :
i.    Arah dan tujuan jalur pedestrian
ii.   Arah dan tujuan jalur angkutan kota
iii.  Tempat penyeberangan, jembatan penyeberangan
iv.  Arah parkir khusus penyandang cacat yang berkendaraan
v.   Nama fasilitas dan tempat.

b.   Persyaratan Rambu yang digunakan :
i.    Rambu huruf timbul atau Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan
      anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) lainnya.
ii.   Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya.
iii.  Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional.
iv.  Rambu yang menerapkan metode khusus (misal, pembedaan perkerasan


Q.  TAMAN / RUANG TERBUKA HIJAU

1.   Esensi
     
      Fasilitas pada jalan raya yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau penunjuk bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ). Selain itu juga untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam mobilitas bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

2.   Persyaratan
a.   Penggunaan rambu terutama dibutuhkan pada :
i.    Arah dan tujuan jalur pedestrian
ii.   Arah dan tujuan jalur angkutan kota
iii.  Tempat penyeberangan, jembatan penyeberangan
iv.  Arah parkir khusus penyandang cacat yang berkendaraan
v.   Nama fasilitas dan tempat.

b.   Persyaratan Rambu yang digunakan :
i.    Rambu huruf timbul atau Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan
      anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) lainnya.
ii.   Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya.
iii.  Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional.
iv.  Rambu yang menerapkan metode khusus (misal, pembedaan perkerasan


R.  ZEBRA CROSS

1.   Esensi
     
      Fasilitas pada jalan raya yang digunakan untuk memberikan petunjuk, informasi, arah, penanda atau penunjuk bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) untuk menyeberang jalan sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan dalam mobilitas bagi anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ).

2.   Persyaratan
a.   Penggunaan zebra cross merupakan rambu terutama dibutuhkan pada :
i.    Arah dan tujuan antar dua sisi jalur pedestrian yang berbeda
ii.   Tempat penyeberangan
iv.  Arah parkir khusus penyandang cacat yang berkendaraan
v.   Nama fasilitas dan tempat.

b.   Persyaratan Rambu yang digunakan :
i.    Rambu huruf timbul atau Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan
      anak/ penyandang berkebutuhan khusus ( A/ PBK ) lainnya.
ii.   Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya.
iii.  Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional.
iv.  Rambu yang menerapkan metode khusus (misal, pembedaan perkerasan
v.   Rambu ataupun kode berupa bunyi yang aman bagi ( A/ PBK ) untuk    
      menyeberang.



KETENTUAN PENUTUP

Untuk tipe-tipe bangunan dengan penggunaan tertentu, diwajibkan pula untuk memenuhi persyaratan teknis tambahan dari ketentuan-ketentuan seperti telah disebutkan terdahulu, yaitu sebagai berikut :

TIPE BANGUNAN
KETENTUAN MINIMUM
Kantor Bank, kantor pos dan
Kantor jasa pelayanan masyarakat
yang sejenis

Toko dan bangunan perdagangan
Jasa sejenis

Hotel, penginapan dan bangunan
Sejenis


Bangunan pertunjukan, bioskop,
Stadion dan bangunan sejenis
dimana susunan tempat duduk
permanen tersedia

Bangunan keagamaan


Bangunan asrama dan sejenisnya



Restoran dan tempat makan di
luar ruang.


Paling sedikit menyediakan satu buah
Meja atau konter pelayanan yang
Aksesibel

Seluruh area perdagangan harus
Aksesibel

Paling sedikit 1 (satu) kamar tamu dari
Setiap 200 kamar tamu yang ada dan
kelipatan darinya harus aksesibel

Paling sedikit 2 (dua) buah area untuk
Kursi roda untuk setiap 400 tempat
duduk yang ada dan kelipatannya yang
sebanding harus tersedia.

Seluruh area untuk persembahyangan
harus aksesibel.

Paling sedikit 1 (satu) buah kamar,
yang sebaiknya terletak pada lantai
dasar, harus aksesibel.

Paling sedikit 1 (satu) meja untuk
setiap 10 meja makan yang ada dan
kelipatannya,
Bangunan parkir dan tempat
parkir umum lainnya.
Lot parkir yang aksesibel dapat
dihitung

Lot Parkir yang
ada
Lot parker
aksesibel
50 lot pertama
1 buah
50 lot berikutnya
1 buah
Setiap 200 lot
parkir yang ada
1 buah
Bangunan-bangunan lain dimana
masyarakat umum berkumpul
dalam jumlah besar seperti pusat
perdagangan, swalayan,
departemen store, dan bangunan
pertemuan.
Tempat duduk untuk pengunjung
penyandang cacat atau orang yang
tidak sanggup berdiri dalam waktu
lama atau area untuk kursi roda harus
tersedia secara memadai


Daftar pustaka

1.      HIMPUNAN Wanita Penyandang Cacat Indonesia (September 2007).
     “Peraturan-undangan Aksesibilitas Bangunan dan Transportasi Umum bagi     
     Penyandang Cacat dan Lanjut Usia”. (Jakarta, Indonesia)
2.      Undang Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
3.      KepMen PU 468/ KPTS/ 1998
4.      KepMenHub 471/ KPTS/ 1998

Tujuh butir sasaran dan strategi untuk Dekade 2003 – 2012 :
• Self-help organizations of person with disabilities and related family and parent associations (SHOs) ;
• Women with disabilities;
• Early detection, early intervention and education;
• Training and employment, including self-employment;
• Accessibility : Environment and public transport;
• Access to information and communication, including information, comunication and assistive technologies;
• Poverty alleviation through capacity-building, social security and sustainable livelihoodprograms.

Lampiran : Perencanaan Biaya Aksesibilitas Fisik







URAIAN SATUAN HARGA PEKERJAAN BANGUNAN





No comments:

Post a Comment